Kita Baca Melawan Lupa

“The struggle of man against power is the struggle of memory against forgetting” 

Yaps, kita membaca buku untuk melawan! 

Kita baca untuk melawan kebodohan kita. Setidaknya, dengan membaca buku kita telah melakukan perjuangan. Perjuangan melawan lupa sebagaimana yang Milan Kundera katakan dalam Kitab Melawan Lupa-nya. Sebuah kelupaan yang fatal. Yakni, lupa terhadap diri kita sendiri, lingkungan sosial, dan Tuhan. Dan, lupa segalanya dapat diartikan sebagai orang gila.

Karena setitik lupa, kita bisa menjadi manusia yang sangat tidak manusiawi. Kita akan menjadi manusia yang serakah, sok berkuasa dan sewenang-wenang, karena kita akan menjadi selalu ‘merasa bisa’ (takabur) dan tidak ‘bisa merasa’ (empati), yang mengakibatkan kegiatan intropeksi dan kembali belajar hanya merupakan pekerjaan yang sia-sia belaka. Terus, kalau sudah begitu, apa kita akan diam saja?

Tidak! Kita harus melawan, karena ketika mayoritas manusia yang ada dalam bangsa kita telah menjadi manusia yang benar-benar pelupa, itu sama dengan kita tinggal menunggu Sang Kala melahap bulat-bulat bangsa dan peradaban kita hingga hancur lebur. Hal ini oleh Khalil Gibran disebut sebagai ‘Kematian Sebuah Bangsa’.

Maka, baca dan ingatlah selalu, peringatan salah satu leluhur kita, Ki Ronggowarsito, berikut ini: 

"Amenangi zaman edan, emoh aya ing pambudi, melu edan nora tahan, ning yen tan melu boyan keduman melik keliren wekasanipun. Namung sabegja-begja wong kang edan, isih begdja wong kang eling tur waspodo" 

yang terjemahan bebasnya kira-kira begini : 

"Suatu saat di jaman gila, susah untuk jadi baik, ikut gila tidak tahan, tidak ikut gila tidak akan mendapatkan apapun hingga kelaparan. Tapi seberuntung apapun orang yang gila, masih lebih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada."

Selalu ingatlah pula, meski batas antara kegilaan dan kegeniusan itu sangat tipis, tetaplah berbeda antara keduanya! 

(ferre)