Home » » KATAKATAKUKATAKATAMUKATAKATAKITAKATAKATA (Part#1)

KATAKATAKUKATAKATAMUKATAKATAKITAKATAKATA (Part#1)



Bukan maksudku menyaingi Tuhan dan para failosof itu, ketika aku mulai menuliskan kata demi kata menjadi sebuah kalimat-kalimat yang lantas saling berangkaian menjadi bagian yang utuh dari kampung imaji ini. Aku hanya mencoba berbagi dan berinteraksi dengan kalian dalam pesta raya imajinasi dengan menggunakan media kata-kata. 

Aku tahu, kata-kata memang memiliki kelemahan-kelemahan yang cukup fatal dalam menyampaikan idea, tapi aku juga tahu, tanpa kata dunia tidak akan punya kisah-kisah yang akan dituturkan.Kata-kata bukanlah kenyataan, apalagi kebenaran. Ia hanyalah KEHENDAK untuk menyampaikan kenyataan dan kebenaran. 


Dalam sebuah komunikasi, kata-kata berarti simbol, media, ikon, lambang, tanda atau bahkan refleksi dari imajinasi atau idea yang hendak diejahwantahkan. Tak jarang, sekedar kebesaran kata-kata tak dapat menampungkan dan menyampaikan segenap aspirasi dari keluasan idea serta imaji kita. 

Jadi, jangan sampai kita terjebak atau terpedaya dalam labirin permainan kata-kata (retorik) yang seolahnya menawarkan hadiah pencapaian esens diri bagi pemenangnya, sebab yang ada dalam permainan kata seperti itu biasanya hanyalah rekayasa dan manipulasi persepsi dan imajinasi. 

Kalau kata si Clifford Geertz, yang mengutip ucapan Max Weber dalam bukunya yang berjudul ‘the interpretation of culture ’(1973) bahwa “Bermain-main dengan kata dan istilah, dapat membuat kita terjebak dalam pemaknaannya yang (kata orang betawi) begubet atawa belibet’. Tak jarang, kata-kata menjadi sesuatu yang megah, yang membuat manusia menjadi lebih merasa ADA (eksis), tetapi tanpa disadari - karena terlalu menggantungkan dirinya pada kata-kata -- manusia itu telah kehilangan maknanya sendiri. 

Ironisnya lagi, kata-kata yang semestinya diciptakan untuk menjadi media interaksi antara individu manusia dengan kesemestaannya, kerap malah menjadi tembok (batasan) besar yang memisahkan (bahkan mengucilkan) individu manusia itu dari dimensi kesemestaannya. ‘Kata’ dalam kalimat atau cerita memiliki potensi sama besarnya dalam membawakan kebenaran ataupun kebohongan. 

Dapat dinyatakan '‘kata'’ adalah contoh yang kongkrit dari konsep necessary evil. Suatu yang jahat tetapi juga sangat dibutuhkan keberadaannya bagi perkembangan suatu kebaikan yang dinamis. Kata itu ibarat senjata pusaka yang mampu menjaga sekaligus menghancurkan dunia. 

Ya, seperti orang-orang sering bilang bahwa ‘kata’ itu ibarat pedang dengan dua sisi yang sama tajamnya. Sebagai senjata, Ia memiliki kemampuan paradoksal untuk membunuh ataupun melukai lawan-lawannya, tetapi juga ia bisa juga berbalik melukai bahkan dapat membunuh yang menggunakannya bila tak disertai kemahiran yang memadai. 

Tetapi, untuk saat ini aku sangat membutuhkan kepercayaanmu bahwa keinginanku hadir dalam kampung imaji ini, bukan hanya sekedar keinginan untuk bermain-main dengan kata….....
Gerbang Kampung Imaji, Nyaris Tengah Malam, 22 Oktober 2004 (ferre)
Share this article :

1 komentar:

iwat said...

jangan lupa part#2 nya sebelum 22 oktober berikutnya, ya... :p

 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011. Onethinks Creative Workshop - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger