Home » » Hidup/Kehidupan itu ibarat Apa Saja

Hidup/Kehidupan itu ibarat Apa Saja






Ketika dihadapkan pada permasalahan pemaparan konsep hidup/kehidupan yang kita ketahui dan pahami kepada manusia lainnya, kerap dengan terpaksa kita harus menganalogikan hidup maupun kehidupan dengan apapun yang mungkin kita anggap mirip dengan hidup maupun kehidupan

Suatu saat, hidup/kehidupan bisa diibaratkan sebagai game yang penuh dengan permainan kalah-menang, tapi di lain waktu bisa saja dianalogikan seperti air yang selalu mengalir. Tak menutup kemungkinan pula, kala hati dan perasaan kita sedang kesal mungkin sekali kita akan mengumpamakan hidup/kehidupan itu seperti k*ntut atau t*i kerbau. 

Lalu mengapa bisa seperti itu? Ya, tentunya karena hidup/kehidupan memang mencakupi semua hal yang sering kita jadikan analogi tentang hidup/kehidupan itu. Oleh karena itu, segala hal dalam hidup/kehidupan ini, mulai dari menanam pohon sampai dengan b*rak, mulai dari memakan racun sampai dengan matematika, mulai dari mobil omprengan, kecoak, permata, sampai dengan sendal jepit - pokoknya segala hal yang ada (berwujud maupun tidak) dalam hidup/kehidupan ini - semuanya memiliki peluang untuk bisa menjadi analogi hidup/kehidupan.

Ada 4 umum (atau kombinasi dari itu) , yang menjadi alasan kenapa individu kerap menganalogikan hidup/kehidupan dengan segala sesuatu. Pertama. Bisa jadi saat itu kita memang sedang tidak mau susah-susah menjelaskan hidup/kehidupan dengan uraian kata-kata yang ngejlimet. Kedua. Bisa juga karena memang kita tidak punya kemampuan yang mumpuni dalam menjelaskan hidup/kehidupan itu dengan kata atau kalimat efektif. Ketiga. Atau bisa pula memang hanya segitu pemahaman kita tentang hidup/kehidupan ini. Keempat. Karena adanya faktor "dan lain-lain" (seperti tingkat pemahaman lawan bicara, kondisi, situasi pokoknya de-el-el deh).

Oleh karena itu sah-sah saja kita menganalogikan hidup dengan apa saja, karena itu adalah salah satu kewajaran yang ada dalam hidup/kehidupan itu sendiri. Selama kita melaksanakan proses kemanusiaan, jangan takut untuk mengalami kesalahan, karena tak ada manusia yang luput dari kesalahan (tapi jangan gunakan takdir ini sebagai apologi kita lho). Bahkan silahkan saja kalau mau ngawur. Asal kita harus selalu menjaga kesadaran kita untuk selalu melakukan intropeksi secara intens setiap detiknya.


Lagi pula, emang bener-bener sulit kog mengetahui (lebih-lebih memahami) apa yang dinamakan dengan hidup/kehidupan tanpa analogi. Tambahkan daya imajinasi supaya agar penganologian kita dapat menjadi lebih variatif dan menarik untuk di kaji lebih dalam. Syukur-syukur nanti penemuan kita tentang hidup/kehidupan dari kegiatan analogi-menganalogikan ini dapat berguna bagi orang lain? Kenapa Tidak?

Tetapi, alangkah baiknya bila kita perlu berhati-hati dengan kebiasaan kita yang suka menganalogikan apa saja tersebut dengan hidup/kehidupan. Karena apabila kita terlalu asyik dengan permainan analogi itu, sangat besar peluang kita untuk terjebak dalam kotak persepsi kita yang jelas-jelas sangat sempit dan terbatas kapasitasnya itu. 


Jika ini terjadi, kita bisa miss (clash) dengan hidup dan kehidupan kita yang mengakibatkan kesenjangan antara harapan dan realitas dalam hidup/kehidupan (minimal krisis identitas atau disorientasi, tapi besar peluangnya dapat membuat kita sakit jiwa dan dissmentalitas). Contoh, ada analogi yang berbunyi: Hidup ini ibarat anak sungai yang mengalir menuju keluasan samudra. Maka analisanya: benar jika di satu sisi hidup ini seperti anak sungai yang mengalir dan tetekbengeknya , tapi salah jika mengasumsikan bahwasanya anak sungai itu adalah essens hidup (sebab hidup itu bukanlah anak sungai). 

Lho, kok bisa fatal begitu akibatnya? Ya, tentu saja, karena hidup/kehidupan itu tidak cuma seperti keberadaan wujud atau fenomena yang menjadi analoginya. Hidup/kehidupan tidak identik dengan analoginya itu. Hidup/kehidupan HANYA MIRIP SEPERTI dan BUKAN yang menjadi analoginya itu. Karena hakekat analogi itu adalah perbandingan dari dua hal yang berbeda tetapi memiliki persamaan-persamaan. 

Sebenarnya penarikan suatu asumsi (apalagi hipotesa) dari sebuah logika analogi itu sangatlah rendah tingkat validitasnya. Apalagi jika ditambah dengan ketidakpekaan kita terhadap proporsi penganologian itu. Akibatnya pun salah kaprah yang terjadi, karena kita membandingkan hidup/kehidupan dengan teks maupun konteks (dimensi, point of view) yang sama sekali tidak sepadan dengan kapasitas hidup/kehidupan yang hendak dipaparkan tersebut.

kelak, kesalahan penarikan asumsi atau hipotesa itulah yang menjadi faktor utama kesenjangan antara harapan dan kenyataan hidup kita. Hal ini akan mempengaruhi pola persepsi maupun imajinasi kita dalam mensikapi sebuah kehidupan yang berada di dalam maupun di luar diri kita adalah pemahaman kita terhadap hidup/kehidupan ini. Jadi jangan sekalipun pernah terlalu menyederhanakan atau melebih-lebihkan pemahaman kita tentang hidup, wajar sajalah sebagaimana kehidupan/hidup itu sendiri.

So, menurut kamu hidup/kehidupan itu ibarat apa? 

(ferre)
Share this article :

0 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011. Onethinks Creative Workshop - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger